Bersedekah di jalan Allah SWT
(kita kenal istilah, fisabilillah) adalah satu dari ciri-ciri utama
orang-orang mukmin sejati. Dalam hal ini, Allah SWT tidak sekedar
memerintahkan melainkan juga memberi motivasi begitu indah, agar kita
tergerak untuk melaksanakannya. Sebagai contoh motivasi yang diberikan,
salah satunya terdapat didalam Surat Al-Baqarah Ayat 265.
Perumpamaan mereka yang membelanjakan
hartanya demi mendapat ridha Allah dan meneguhkan (keimanan) jiwanya
adalah bagaikan sebidang kebun ditempat yang tinggi. Ketika ditimpa
hujan lebat maka hasil buahnya duakali lipat banyaknya. Jika hujan lebat
tidak turun maka hujan gerimispun telah mencukupi. Dan Allah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Berbicara soal membelanjakan harta
fisabilillah tampaknya mudah. Namun demikian, diperlukan kemauan yang
cukup kuat untuk melakukannya. Maka dari itu, membelanjakan/menafkahkan
(ber-infaq) harta di jalan-Nya dapat memperkuat jiwa dan akhlaq orang
yang melakukannya. Lebih jauh lagi, sekecil apapun infaq yang disisihkan
dengan penuh ikhlas sudahlah mencukupi untuk meraih ganjaran/balasan
yang besar dari Allah SWT.
Dorongan atau motivasi yang diberikan dengan cara lain oleh Allah SWT kepada kita, terdapat didalam Surat Al-Hadid Ayat 7,
Dorongan atau motivasi yang diberikan dengan cara lain oleh Allah SWT kepada kita, terdapat didalam Surat Al-Hadid Ayat 7,
Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan infaqkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan berinfaq,
bagi mereka itu ada ganjaran yang besar.
Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan
kepada kita bahwa apapun yang kita miliki, sebelumnya telah pernah
dimiliki oleh orang lain. Begitu pula nantinya apa yang kita miliki akan
berpindah kedalam kepemilikan orang lain. Begitulah, kita adalah
pengelola sementara atas harta itu, dengan kata lain peran kita hanyalah
sebagai pemegang amanat. Maka dari itu, kita tidak perlu ragu-ragu
dalam membelanjakan sebagian harta yang mana sifat kepemilikan kita
atasnya hanyalah sementara. Selanjutnya, dengan ayat ini menjadi
jelaslah bagi kita bahwa hanya mereka yang beriman dan menafkahkan
hartanya di Jalan Allah SWT sajalah yang kelak akan memperoleh ganjaran
yang besar dari Allah SWT. Adapun bagi orang-orang yang tidak beriman,
yang membelanjakan hartanya untuk keperluan sosial, kelak di Hari
Pembalasan tidak ada balasan baginya atas kebajikan yang telah ia
lakukan itu, walaupun di dunia ini beberapa bentuk penghargaan bisa saja
diperolehnya.
Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Hadid Ayat 10,
Dan mengapa kamu tidak menafkahkan
(sebagian hartamu) pada jalan Allah? Padahal Allah-lah yang mempusakai
(memiliki) langit dan bumi.
Pada ayat ini juga terkandung petunjuk
dan dorongan untuk membelanjakan sebagian harta di jalan Allah SWT.
Dorongan itu berupa ajakan untuk merenungi, adakah diantara kita yang
memiliki sebagian dari langit? Tentu tidak! Sesungguhnya hanya kepunyaan
Allah SWT sajalah seluruh langit itu. Demikian pula dengan apa saja
yang di bumi ini semuanya milik Allah SWT, walaupun seringkali kita
terbiasa salah-ucap mengatakan, “ mobil saya, rumah saya, ataupun, ini
balai pengobatan saya.” Maka dengan firman-Nya yang merangkai kata
langit dan bumi, Allah SWT menerangkan kepada kita bahwa, sebagaimana
halnya apapun yang di langit adalah milik-Nya demikian pulalah dengan
apa-apa yang ada di bumi juga milik Allah SWT. Maka tak perlu kita ada
keengganan untuk menafkahkan di jalan Allah SWT, harta yang sejatinya
adalah milik Allah SWT. Maka dari itu Allah SWT pun mengundang kita
didalam Surat Al-Hadid Ayat 11,
Siapakah yang mau meminjamkan kepada
Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang
banyak.
Apakah yang dimaksud dengan
pahala/ganjaran yang besar atau pahala yang banyak? Ini dapat secara
baik kita pahami dengan menilik Ayat ke-36 dari Surat An-Naba berikut
ini.
Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.
Ganjaran Surga jauh melampaui balasan
yang patut kita terima atas perbuatan baik yang telah kita lakukan.
Jadi, sebagai tambahan dari balasan itu, Allah SWT juga memberikan
hadiah yang cukup banyak. Besarnya hadiah ini tergantung kepada
keikhlasan dan niatan perbuatan kebajikannya. Itulah yang disebut oleh
Allah SWT sebagai pahala yang banyak atau pahala yang besar di berbagai
ayat didalam Al-Qur’an. Demikianlah kita akan memperoleh balasan dari
Allah SWT, atas harta yang kita pergunakan fisabilillah sesuai dengan
niat dan kadar keikhlasan kita pada saat melakukannya.
Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang memiliki satu lembah emas, ia takkan pernah merasa puas. Ia akan menginginkan satu lagi lembah penuh emas untuk dimilikinya. Padahal sesungguhnya hanya debu-kuburlah yang bisa memenuhi/memuaskan mulut seseorang.” (Bukhari)
Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang memiliki satu lembah emas, ia takkan pernah merasa puas. Ia akan menginginkan satu lagi lembah penuh emas untuk dimilikinya. Padahal sesungguhnya hanya debu-kuburlah yang bisa memenuhi/memuaskan mulut seseorang.” (Bukhari)
Ubai bin Ka’ab mengatakan bahwa hadits
ini begitu sering dibaca-ulang, sampai-sampai kami menyangka itu adalah
ayat-ayat Al-Qur’an sehingga Allah SWT mewahyukan Surat At-Takatsur Ayat
1~8.
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk kedalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka
Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul
yaqin (yakin sebab melihat sendiri), kemudian kamupun pasti akan
ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di
dunia itu).
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa suatu
ketika Rasulullah Muhammad SAW menyampaikan sabda beliau kepada para
sahabat, “Dapatkah kamu membaca seribu (1000) ayat Al-Qur’an setiap
hari?.” Para sahabat pun berkata, “Siapakah dari kita yang sanggup
melakukannya!?.” Rasulullah pun bersabda, “Adakah kamu tak dapat membaca
Surat At-Takatsur.” (Al Hakim dan Al Baihaqi)
Dengan demikian berarti bahwa kandungan
pesan didalam Surat At-Takatsur itu setara dengan seribu ayat. Adalah
kenyataan bahwa kelemahan manusia itu adalah menumpuk-numpuk dan terus
menambah harta dalam genggamannya hingga maut menjemput. Sungguhpun
demikian, ada kewajiban orang beriman untuk membayar zakat (maal)
sebesar 2.5 % (dua setengah persen) dari hartanya. Perlu diingat juga
bahwa Allah SWT sering kali menyebutkan perintah Zakat langsung
mengikuti perintah Shalat didalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, Tidak
diterima Allah SWT shalat seseorang sehingga ia bayarkan kewajiban
zakatnya. Khalifah Abu Bakar RA adalah sahabat yang terbaik pemahamannya
dalam hal zakat. Beliau menugaskan pasukan untuk memerangi
mereka-mereka yang menolak membayar zakat walaupun mereka itu masih
mengerjakan shalat dan menunaikan puasa.
Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Muzammil Ayat 20:
Dan dirikanlah shalat dan bayarlah zakat, dan pinjamkanlah kepada Allah pinjaman yang baik.
Pada ayat ini, Selain memerintahkan kita
untuk membayar zakat, Allah SWT juga menganjurkan kita untuk dengan
ikhlas menambah lagi belanja kita di Jalan Allah SWT. Ciri-ciri orang
yang sungguh-sungguh mukmin banyak disebutkan di berbagai ayat didalam
Al-Qur’an. Misalnya, didalam Surat Adz-Dzariat Ayat 17~19 Allah SWT
berfirman,
Mereka sedikit sekali tidur diwaktu
malam; Dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan
yang tidak mendapat bagian (tidak meminta).
Begitupun didalam Surat Al-Ma’arij Ayat 24, 25; Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang didalam hartanya
tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)
” Bagian tertentu” yang dimaksud didalam
ayat ini adalah bagian yang telah ditetapkan untuk sepanjang masa oleh
Allah SWT dalam bentuk zakat yakni sebesar 2,5 % (dua setengah persen)
dari harta kekayaannya. Tersebut pula didalam firman Allah SWT Surat
Al-Insaan Ayat 8 & 9,
Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.
Terkadang kita heran, mengapa Allah SWT
menakdirkan Nabi Muhammad SAW terlahir dalam keadaan yatim. Tentunya
hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui secara sempurna tentang hal ini.
Mungkin saja, salah satu alasan adalah Allah SWT berkehendak menanamkan
di masa kecil Rasulullah SAW bagaimana rasanya hidup sebagai anak
yatim, karena ini merupakan latihan penting bagi beliau yang dikemudian
harinya diangkat oleh Allah SWT sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (sebagai
rahmat bagi alam semesta).
Bimbingan dan Petunjuk Allah SWT
berpengaruh amat seketika terhadap para sahabat Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai contoh, perhatikanlah firman Allah didalam Ayat ke 92 dari
Surat Ali ‘Imran berikut ini.
Tidaklah sekali-kali kamu sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Begitu mendengar turunnya ayat ini, Abu
Thalhah RA bergegas mendatangi Rasulullah SAW untuk menyerahkan kebunnya
yang terbaik, disumbangkan untuk kepentingan Sabilillah. Begitu pula
dengan Zaid bin Haritsah RA, ia segera menyerahkan kuda terbaik yang
dimilikinya
Sumber : http://rumahdhuafa.com